POHON KAMPRET : Pohon Kampret yg berumur ratusan tahun di yakini warga Desa Sukohulun, Kecamatan Margorejo, Pati tumbuh dari tongkat kayu milik Ki Gede Jiwalali.
Jika menilik dari kondisinya yg pernah tumbang kemudian mampu tumbuhlagi hingga sekarang, maka sebatang pohon itu di nilai langka.Pohon itu konon asalnya tumbuh dari sebatang tongkat, sedangkan tongkat itu milik Ki Gede Soko yg oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan Ki Gede Jiwolali. Pohon itu diyakini sering memberikan isyarat. Jika berbuah lebat sebagai pertanda akan terjadi masa paceklik. Terlepas dari itu pohon kampret itu memiliki buah dengan kulit coklat muda dengan bentuk gepeng seperti buah kara.
Rasanya enak dimakan,tapi anehnya buah yg jatuh berserakan di bawah tidak bisa tumbuh sebagai pohon Kampret yg baru.
Rasanya enak dimakan,tapi anehnya buah yg jatuh berserakan di bawah tidak bisa tumbuh sebagai pohon Kampret yg baru.
Karena itu, kata seorang sesepuh masyarakat Desa Sukohulun, pohon langka itu pun di keramatkan. Bahkan jika salah satu cabang pohon sampai patah, maka sesuatu yg diluar akal sehat akan terjadi,yaitu petanda salah satu perangkat desa akan ada yg meninggal. Tentang siapa Ki Gede Jiwolali, dia menceritakan penuturan Modin almarhum To Dikromo yg juga gurunya. Dari cerita yg berkembang, Ki Gede Jiwolali,hidup pada masa pemerintahan Kadipaten Pati di bawah kekuasaan Adipati Mangunoneng. Kala itu Adipati mendapat putri boyongan Retno Sembulan dari Kadipaten Serang. Setelah di persunting, ternyata ada peramal atau penasehat sepiritual kadipaten yg memberi nasehat kepada Adipati agar putri boyongan itu dikembalikan saja ke Serang. "alasannya, jika adipati tetap memperistri putri boyongan itu,kalau mempunyai keturunan tidak akan mampu sebagai pewaris tahta kadipaten"ujarnya.
Atas petunjuk penasehat itu, Adipati Mangunoneng pun mengembalikan putri boyongan kepada Adipati Serang. Sudah bisa dipastikan,Adipati Serang tersinggung, karena merasa dilecehkan kehurmatannya. Maka Adipati Serang itu memilih penyelesaian dengan cara perang.
Pasukan perang Kadipaten Serang pun "nglurug" ke pati dengan mengambil markas di Kaliampo,dan sekitar kawasan Gunung Patiayam. Dalam perang itu ptajurit dari Kadipaten Pati tak mampu menghadapi pasukan Serang, akhirnya seluruh penggede yg ada di Pati pun dikerahkan. Sebagai senopati perang Ki Gede Siman yg dikenal juga dengan nama Shoto Galeng. Kemudian seorang lagi yg di kenal pemberani adalah Ki Gede Jiwolali, Ki Gede Payang (dipokerti), Karto Ladang (Ngepungrejo), dan Ki Gede Pondowan (kencong barong).
Berkibarnya bendera perang pasukan Serang begitu ada penyerbuan oleh Ki Gede dari Pati,akhirnya berhasil di turunkan,pasukan Serang juga berhasil di pukul mundur,tapi waktu berlangsung perang itu Ki Gede Jiwolali meninggal. Namun jenazah Ki Gede Jiwolali tidak diketahui kuburannya. Mengingat jarak antara lokasi peperangan dengan Desa Sukohulun hanya sekitar empat kilometer, maka dimunngkinkan jenazahnya dimakamkan di Desa itu. Apalagi setelah warga mengetahui tongkat kayu yg ditancapkan di petak tanah yg ditinggalkan pemiliknya itu lambat laun tumbuh sebatang pohon.
"Soal pohon Kampret atau kelekawar, guru kami tidak menceritakan".
pos Suara Muria
Rabu,26 oktober 2011
0 komentar: