WILAYAH kekuasaan Adipati Cokrojoyo yg memerintah pada awal masuknya Islam di pesisir Pantai Utara Jawa adalah disekitar Bengawan Silugonggo. Yakni di Tanjungpuro yg hingga sekarang dikenal sebagai Desa Jepuro,Kecamatan Juana Pati.
Tentang siapa Adipati Cokrojoyo,dia tak lain murid tertua Sunan Ngerang selain Adipati Mondoliko, Pathakwarak, Said Kusumastuti atau juga Sunan Muria, Adipati Bantar Joko Pilang alias Maling Kopo, dan kedua putri kakak beradik Roroyono serta Roro Pujiwat. Sedangkan makam Adipati Cokrojoyo, terakhir di ketahui berada di Dukuh Kemiri, Desa Sarirejo, Kecamatan Kota Pati. Dukuh tersebut berdasarkan cerita Tutur tinular, konon pernah menjadi pusat awal berdirinya Pemerintahan Kadipaten Pati Pesantenan. Sebagai adipatinya, yaitu Kembang Joyo, putra Sunan Muria yg beristrikan putri pertama Sunan Ngerang, Roroyono.
Proses perkawinan antara Said Kusumastuti dan Roroyono di awali konflik berkepanjangan antara sesama murid perguruan Ngerang. Pasalnya, Adipati Pathakwarak juga menaruh hati terhadap Roroyono yg sudah barang tentu putri Sunan Ngerang itu dengan tegas menolaknya, sehingga upaya membawa lari gadis itu tak bisa dihindari.
Maling Kopo berhasil menyelesaikan permasalahan di perguruan Ngerang dengan menewaskan Pathakwarak. Menyusul setelah bersama adiknya Maling Kentiri di tolong oleh penghuni Pulau Seprapat, Datuk Lodang. Maling Kopo dan adiknya diangkat sebagai murid oleh tokoh yg bertubuh manusia,tapi berwajah kera. Adipati Pathakwarak berhasil dibunuhnya, karena kopo mencuri kitab kuno yg berisi kelemahan semua murid Perguruan Ngerang. Kematian Pathakwarak tak lain karena keampuhan pusaka Tombak Guntur Geni, milik gurunya, yaitu datuk Lodang. Atas jasanya berhasil mengembalikan Roroyono, Kopo pun diberi ganjaran "Bumi Sigar Semangka" dan menjadi Adipati di Buntar atau yg sekarang dikenal sebagai Desa Bendar, juga di Kecamatan Juana. Akan tetapi setelah berkuasa sebagai Adipati Buntar, Kopo merasa dilecehkan oleh para punggawanya, karena sebagai Adipati dia dianggap tidak punya keberanian untuk beristri. Karena itu, adiknya Maaling Kentiri yg menjadi tumpuan kesalahan mengingat ketika berhasil mengembalikan Roroyono ke Ngerang oleh Dunun Ngerang sudah disuruh memilih ganjarannya, yaitu dijodohkan dengan gadis itu atau memilih Bumi Bundar. Akirnya Kopo memilih yg terakhir, maka Kentiri diperintahkan mencuri Roroyono yg secara resmi menjadi istri Sunan Muria. Konflik pun kembali membuat Perguruan Ngerang kian runyam, karena putra Adipati Tunjungpuro Cokro Joyo, Yaitu Ronggo Joyo jatuh cinta dan minta dilamarkan bibinya, Roro Pujiwat.
Akhirnya cinta buta itu,Roro Pujiwat harus meninggal di tangan keponakannya, Ronggo Joyo karena dilempar ganjal pintu gerbang kaputren Majapahit yg diminta sebgai bukti oleh Pujiwat sebesar apa kecintaan Ronggo Joyo. Tempat meninggalnya Pujiwat sampai sekarang dikenal sebagai Segelap, sehingga ayahnya, Cokro Joyo menuntut ganti rugi kepada Sunan Muria atas kematian anaknya, Ronggo Joyo. Pasalnya waktu itu yg menyatakan sanggup membantu memperlancar niat Roro Joyo bisa mengawini Pujiwat adalah Sunan Muria asal Cokro Joyo bisa mengembalikan istrinya, Roroyono dari tangan Maling Kopo. Apalagi waktu iti Roroyono sudah dalam keadaan hamil dan bayi yg dilahirkan ternyata laki-laki sehingga bisa dijadikan ganti atas kematian Ronggo Joyo. Adipati Cokrojoyo sadar dan bersedia menerima ganti tersebut, mungkin karena dilempar setangkai bunga oleh adik seperguruannya Roroyono sehingga hatinya luluh tapi bayi laki-laki yg baru lahir tersebut belum dikasih nama. Oleh Cokro Joyo dipilihkan tiga nama untuk bayi itu, masing-masing Kesumo Joyo, Sekar Joyo, dan Kembang Joyo, dan dipilihlah nama yg di sebut terakhir itu. Kembang Joyo setelah dewasa, ternyata berhasil menjadi penguasa di kadipaten Pati Pesantenan. Mengingat Adipati Cokro Joyo sebagai orang yg mengasuh dan membesarkan, maka atas jasanya ketika meninggal jenazahnya dibawa dan dimakamkan di Kemiri sebagai penghormatan.
Proses perkawinan antara Said Kusumastuti dan Roroyono di awali konflik berkepanjangan antara sesama murid perguruan Ngerang. Pasalnya, Adipati Pathakwarak juga menaruh hati terhadap Roroyono yg sudah barang tentu putri Sunan Ngerang itu dengan tegas menolaknya, sehingga upaya membawa lari gadis itu tak bisa dihindari.
Maling Kopo berhasil menyelesaikan permasalahan di perguruan Ngerang dengan menewaskan Pathakwarak. Menyusul setelah bersama adiknya Maling Kentiri di tolong oleh penghuni Pulau Seprapat, Datuk Lodang. Maling Kopo dan adiknya diangkat sebagai murid oleh tokoh yg bertubuh manusia,tapi berwajah kera. Adipati Pathakwarak berhasil dibunuhnya, karena kopo mencuri kitab kuno yg berisi kelemahan semua murid Perguruan Ngerang. Kematian Pathakwarak tak lain karena keampuhan pusaka Tombak Guntur Geni, milik gurunya, yaitu datuk Lodang. Atas jasanya berhasil mengembalikan Roroyono, Kopo pun diberi ganjaran "Bumi Sigar Semangka" dan menjadi Adipati di Buntar atau yg sekarang dikenal sebagai Desa Bendar, juga di Kecamatan Juana. Akan tetapi setelah berkuasa sebagai Adipati Buntar, Kopo merasa dilecehkan oleh para punggawanya, karena sebagai Adipati dia dianggap tidak punya keberanian untuk beristri. Karena itu, adiknya Maaling Kentiri yg menjadi tumpuan kesalahan mengingat ketika berhasil mengembalikan Roroyono ke Ngerang oleh Dunun Ngerang sudah disuruh memilih ganjarannya, yaitu dijodohkan dengan gadis itu atau memilih Bumi Bundar. Akirnya Kopo memilih yg terakhir, maka Kentiri diperintahkan mencuri Roroyono yg secara resmi menjadi istri Sunan Muria. Konflik pun kembali membuat Perguruan Ngerang kian runyam, karena putra Adipati Tunjungpuro Cokro Joyo, Yaitu Ronggo Joyo jatuh cinta dan minta dilamarkan bibinya, Roro Pujiwat.
Akhirnya cinta buta itu,Roro Pujiwat harus meninggal di tangan keponakannya, Ronggo Joyo karena dilempar ganjal pintu gerbang kaputren Majapahit yg diminta sebgai bukti oleh Pujiwat sebesar apa kecintaan Ronggo Joyo. Tempat meninggalnya Pujiwat sampai sekarang dikenal sebagai Segelap, sehingga ayahnya, Cokro Joyo menuntut ganti rugi kepada Sunan Muria atas kematian anaknya, Ronggo Joyo. Pasalnya waktu itu yg menyatakan sanggup membantu memperlancar niat Roro Joyo bisa mengawini Pujiwat adalah Sunan Muria asal Cokro Joyo bisa mengembalikan istrinya, Roroyono dari tangan Maling Kopo. Apalagi waktu iti Roroyono sudah dalam keadaan hamil dan bayi yg dilahirkan ternyata laki-laki sehingga bisa dijadikan ganti atas kematian Ronggo Joyo. Adipati Cokrojoyo sadar dan bersedia menerima ganti tersebut, mungkin karena dilempar setangkai bunga oleh adik seperguruannya Roroyono sehingga hatinya luluh tapi bayi laki-laki yg baru lahir tersebut belum dikasih nama. Oleh Cokro Joyo dipilihkan tiga nama untuk bayi itu, masing-masing Kesumo Joyo, Sekar Joyo, dan Kembang Joyo, dan dipilihlah nama yg di sebut terakhir itu. Kembang Joyo setelah dewasa, ternyata berhasil menjadi penguasa di kadipaten Pati Pesantenan. Mengingat Adipati Cokro Joyo sebagai orang yg mengasuh dan membesarkan, maka atas jasanya ketika meninggal jenazahnya dibawa dan dimakamkan di Kemiri sebagai penghormatan.
hebat
BalasHapus